Monday, March 3, 2014

Cerpen : Never Ending

“True love is love which only for two person, and no place for the third person”
Gemerlap nyala 200 lilin-lilin kecil menghiasi pertemuan romantis antara dua insan yang sedang dipeluk hangat oleh suatu rasa yang teramat indah, Cinta. Dress putih serta pita kecil di rambut Bella yang tergerai bebas membuatnya tampak cantik malam ini, ditambah pasangannya, Alvin, cowok yang pernah menjadi idola setiap wanita di sekolahnya, membuat mereka berdua tampak serasi berada di taman tempat mereka merayakan 2th Anniversary mereka pacaran.
“Sayang, 2 tahun sudah kita merajut hubungan ini, apa kau masih mencintaiku layaknya dahulu?” Tanya Alvin
“Tidak, cintaku kini tidak seperti awal kita pacaran, karena cintaku padamu telah bertambah, jauh lebih banyak dari kemarin”
“Benarkah? Aku senang mendengarnya”
“Bell…kemana kita akan membawa hubungan kita ini?” tambah Alvin
“Apa maksudmu?” Tanya Bella sambil melahap hidangan cup cake
“Tidakkah kau ingin jika kita bertunangan? Kedua orang tua kita telah merestui hubungan kita kan?”
“Hahahaha….kamu ngawur deh.. Aku saja belum lulus SMA. Tunggulah sebentar lagi, kamu juga harus cari kerja, kan?”
“Aku hanya takut, aku takut kehilanganmu, Bell” kata Alvin sambil membersihkan sisa cream dari cup cake di sudut bibir Bella.
“Kau tidak perlu takut sayang, kita jalani saja dulu. Dan ketahuilah, bahwa aku tak pernah bermain-main dengan hubungan kita” Jelas Bella.
Hubungan yang dibina keduanya berjalan dengan indah, Alvin dan Bella saling mencintai dan telah mendapatkan dukungan dari keluarga. Bisa dibilang perfect relathionship yang mampu membuat banyak orang iri dengan keduanya.

***
Shine bright like a diamond
Shine Bright like a diamond
Shining Bright like a diamond
We’re beautiful like diamonds in the sky
Lagu Diamond dari Rihana, membawa masuknya sebuah Pesan singkat di Hape Bella. Dengan wajah kusut dan ekspresi malas, Bella membuka SMS tersebut. Maklum saja acara tidurnya siang itu terusik oleh dering Hape.
“Sore ini, kita shopping di tempat biasa, sama Chika juga”
Ajakan dari Agnes membuat Bella tidak bisa melanjutkan tidurnya. Bella bingung, karena sore ini pun Alvin mengajaknya jalan. Setelah berpikir panjang dan berdiskusi dengan kekasihnya, akhirnya Bella memutuskan untuk mengiyakan ajakan Agnes dan Chika, karena keadaan mereka bisa pergi bersama sangat langka, sebab mereka bertiga berbeda sekolah.
“bagusan yang biru apa ungu, ya?”
Bella sibuk memilih belt untuk dress yang baru saja dibelinya. Bella termasuk orang yang pemilih, terutama dalam hal fashion. Hal ini membuat kedua sahabatnya bosan, wajar saja perlu satu jam untuk memilih satu barang yang dikehendaki Bella.
“Sudahlah Bell, ambil aja dua-duanya, aku udah laper banget. Ayo ke Resto” Chika mengeluh
“Ya udah deh, kapan-kapan aja beli belt nya. Belum ada yang cocok” jawab Bella santai
“Haaaa….????” Chika dan Agnes kaget. Bella hanya tertawa lirih.
Mereka bertiga segera pergi ke Restaurant yang hanya berjarak 50 meter dari tempat mereka berbelanja. Saat ini, daftar Menu menjadi buku bacaan menarik bagi mereka yang sedang kelaparan. Satu Beef Burger, sepotong Chicken Steak, semangkuk Ramen, dan 3 Gelas Iced Coffee float, menjadi hidangan yang mereka pilih untuk mengisi perut.
“Bell, kamu sama Alvin masih fine-fine aja kan?”
“Ya masih dong, malah kemarin itu dia ngajak aku tunangan” jawab Bella pada Agnes dengan bersemangat.
“Hah..beneran?” Chika tak percaya
“Trus kamunya gimana?” Tanya Agnes sambil melahap Beef Burgernya.
“ya…aku tolaklah”
“Loh..kenapa?” Tanya Agnes
“Udah gila apa… Aku kan belum lulus SMA”
“oh…aku kira karena itu” kata Chika sambil menunjuk meja di dekat pintu masuk.
“Alvin sama Janetta !!!” teriak Agnes
“Seriusan?” Tanya Bella sambil menoleh ke meja dibelakangnya.
Bella hampir tak percaya dengan apa yang dilihatnya kala itu. Alvin, kekasihnya yang baru saja menawarkan tunangan dengannya kini sedang makan bersama Janetta, seorang wanita yang pernah dekat dengan Alvin, dan sampai sekarang masih mengharapkan Alvin. Dengan kemarahan yang membakar hatinya, langkah penuh emosi menemaninya ke meja tempat Alvin dan Janetta sedang makan.
“Oh…Janetta ya? Sudah lama disini?” sapa Bella dengan menahan emosi.
“Sudah lumayan, Bell. Cukup kalau buat menghabiskan seporsi Sushi” jawab Janetta untuk membuat Bella tambah cemburu.
“Vin…kenapa wajah kamu pucet gitu? Lagi takut ya? Waduuhh…Dilanjutin lagi aja makannya, aku mau pulang dulu” Bella tersenyum sinis dan pergi.
Alvin tahu betul dengan keadaan ini. Dia tahu bahwa Bella sedang sangat marah, karena Bella tidak pernah suka jika Dia dekat dengan Janetta lagi. Alvin segera mengejar Bella yang telah pergi menjauh darinya.
“Bella…!! Tunggu..!!” teriak Alvin
“Apa? Kenapa? Ada masalah?” Bella berhenti
“Aku bisa jelaskan semuanya”
“Apa ada yang perlu dijelaskan? Semuanya sudah jelas, Vin” Bella pun menangis
“Dengarkan aku, ini tidak sama dengan yang kau bayangkan. Tadi aku hanya berniat untuk makan sendiri. Tapi tiba-tiba Janetta datang dan memohon untuk makan denganku, aku tidak berniat membuatmu sakit, Bell”
“Oh…jadi tadi itu kebetulan? Ciihh….!!!!”
Bella tak mampu menerima alasan dari Alvin, walaupun Alvin telah mengatakan yang sebenarnya. Bella sudah terlalu kecewa, sehingga dia tak mampu berfikir jernih untuk memaafkan Alvin. Bella berlari sambil menangis, Alvin mengejar dibelakangnya. Dan kemudian…
“Shhiiiittttt…Brrraaakkk….!!!!”
“Bella…????”
Alvin menghampiri Bella dengan segera. Bella tertabrak bus ketika melintas dijalan. Tubuhnya berlumuran banyak darah. Alvin membawanya ke Rumah Sakit terdekat. Dokter berkata bahwa Bella mengalami patah tulang pada bagian kaki kirinya dan memerlukan donor darah O. Alvin tak mampu berbuat apa-apa, karena dia bergolongan darah B, dia hanya mampu menunggunya dengan setia sambil menanti kedatangan keluarga Bella.
“Bell..kenapa kau tidak mempercayai penjelasanku, aku telah berkata jujur padamu, aku dan Jane tidak ada apa-apa, kami hanya berteman biasa. Kau salah faham, Bell. Andai saja kau mampu mendengarku, Aku mencintaimu Bella. Segeralah sadar” kata Alvin dengan menggenggam tangan Bella.
Pukul 22.00 WIB, 1 jam sudah Alvin disana bersama Bella. Keluarga Bella pun tak kunjung datang. Alvin takut jika keadaan Bella akan semakin memburuk karena kekurangan darah. Hingga kini Bella juga masih belum sadarkan diri.
“Alvin…bagaimana keadaan Bella?” suara perempuan
“Oh..tante?” Alvin terkejut dengan kedatangan Ibu Bella
“Bella mengalami patah tulang dibagian kaki kirinya, dia juga butuh donor darah O. Aku tak mampu membantunya, Golongan darahku B” tambahnya dengan wajah sedih.
“Maafkan aku Bella, Ibu baru bisa datang, tadi Ibu sedang berada di Singapura. Maafkan Ibu karna Ibu terlalu sibuk, Ibu akan mendonorkan darah Ibu untuk kamu, sayang”

***

Gelap gulita, tanpa cahaya. Mata telah terbuka, tapi tetap saja gelap. Berkedip berkali-kali untuk memastikan bahwa dunia benar-benar gelap. Menangis, dia menangis. Itulah yang dilakukan Bella sesaat dia tersadar.
“Bella, kau tidak apa-apa?” Ibu Bella cemas
“Bagaimana keadaaanmu sayang?” Alvin juga khawatir
“Kenapa kalian mematikan lampu? Apa listriknya mati? Disini telihat gelap?”
“Apa maksudmu? Ini siang hari, terlalu terang untuk menyalakan lampu” jelas Alvin
“Maaf, Bella juga mengalami buta permanen” kata dokter yang menangani Bella.
Tiba-tiba dokter mengajak Alvin dan Ibu Bella keluar ruangan. Dikatakannya bahwa hidup Bella tak akan sampai 3 hari lagi karena terdapat penyumbatan darah dibagian dekat jantung, yang sewaktu-waktu bisa pecah dan mengakibatkan kematian. Ibu dan Alvin pun menangis, seakan merasakan sakit yang Bella alami.
“Kau harus menjaga Bella, jangan buat dia sakit hati, hibur dia hingga hari terakhirnya tiba”
Keesok harinya, Bella telah boleh meninggalkan Rumah sakit. Kakinya masih terbalut perban hingga dia harus memakai kursi roda. Alvin mendorong kursi roda Bella dengan penuh cinta. Dari ujung lorong tampak seorang wanita yang hendak menghampiri Bella. Janetta, ya…wanita itu.
“Maafkan aku Bella, waktu itu aku memang sengaja membuatmu cemburu. Kini aku sadar, cinta Alvin hanya untukmu, aku akan pergi. Semoga kau bahagia bersama Alvin” Janetta memohon
“Tak apa Jane, aku telah memaklumi semuanya” kata Bella
Mereka bertiga berpelukan, pelukan kedamaian. Janetta, Alvin dan Bella. Kemudian Alvin membawa Bella ke danau dimana dia pernah menyatakan cintanya pada Bella 2 tahun yang lalu.
Alvin memilih tempat dibawah pohon yang rindang, dengan rumput hijau dibawahnya. Alvin duduk dibawah pohon, Bella dibantunya untuk berbaring dipangkuannya.
“Sayangku,, air danau saat ini berwarna sangat biru, cuacanya pun cerah. Semilir angin membuat udara disini terasa sejuk. Kau pasti mampu merasakannya kan?” Alvin membelai rambut Bella yang terurai bebas.
“Andai saja aku masih mampu melihat indahnya dunia, andai saja aku masih mampu menggerakkan kakiku. Pasti aku bisa menikmati indahnya danau ini dan mampu berlari ditepiannya” kata Bella yang mengetahui bahwa umurnya tidak lama lagi.
“Sayang…jangan berkata seperti itu” Alvin menangis
“Apa kamu menangis?”
“Tidak, aku tidak menangis” jawab Alvin sambil mengusap air mata
“Aku ingin tidak ada yang menangis sebelum waktunya”
“Apakah kamu masih mencintaiku dengan semua keterbatasanku ini?” Bella menangis
When I say I love you, I mean I love you and all what you bring with
“Sayang, bisakah kamu menyanyikan satu lagu untukku?” tambah Bella lagi
“Lagu apa?”
“Terserah kau saja” Bella tersenyum
Right from the start, you were a thief
You stole my heart and
 I your willing victim 
I let you see the parts of me
That weren't all that pretty
And with every touch
You fixed them
Now, you've been talking in your sleep
Oh oh, things you never say to me
Oh oh, tell me that you've had enough
Of our Love, our Love
Alvin mulai bernyanyi, lagu dari  Pink feat. Nate Ruessdia - Just Give Me A Reason akan dipersembahkan untuk kekasihnya itu. Walau dengan suara yang terdengar menahan tangis, dia tetap mempersembahkan yang terbaik untuk Bella. Namun, di pertengahan lagu, dia tak tahan lagi, hingga air matanya menjatuhi wajah Bella.
“Kenapa kau berhenti? Dan, apa ini? Apa mau hujan?” Tanya Bella
“Tidak sayang, tidak ada hujan?”
“Kalau begitu kenapa kau berhenti? Lanjutkan lah?” pinta Bella
“I Love You, Bella” kata Alvin sambil memeluk erat Bella
“I Love You too Alvin” jawab Bella lirih
Alvin melanjutkan lagunya, dengan menggenggam erat tangan Bella. Seakan dia tak mau berpisah dengan Bella.
Just give me a reason
Just a little bit's enough
Just a second, we're not broken
Just bent, we can learn to love again
Oh, it's in the stars
It's been written in the scars on our hearts
We're not broken
Just bent, we can learn to love again
Alvin merasakan genggaman tangan Bella semakin erat. Alvin menyadari bahwa saat itu Bella sedang merasakan sakit yang teramat sangat. Dia menghentikan sejenak nyanyiannya ketika dia merasakan genggaman Bella mulai melemah dan akhirnya terlepas. Dia mengerti bahwa ketika itu Bella tiada. Dia kembali bernyanyi, namun kini dia tidak lagi menahan isak tangisnya.
I'm sorry I don't understand where
All of these is coming from
I thought that we were fine (Oh, we had everything)
Your head is running wild again
My dear, we still have everything
And it's all in your mind (Yeah, but this is happenin')
You've been having real bad dreams
Oh oh, used to lie so close to me
Oh oh, there's nothing more than empty sheets
Between our love, our love
Oh, tear ducts and rust
I'll fix it for us
We're collecting dust
But our love's enough
You're holding it in
You're pouring a drink
No, nothing is as bad as it seems
We'll come clean

“Walau kini kau telah tiada, namun cintaku masih tetap milikmu. Semua tentangmu akan jadi kenangan terindah bagiku. Cinta ini akan tetap milikmu. Selamanya. Dan tidak akan pernah berakhir” kata Alvin sambil mengecup kening kekasihnya.

No comments:

Post a Comment