“True love is love which only for two person, and no place for the third person”
Gemerlap
nyala 200 lilin-lilin kecil menghiasi pertemuan romantis antara dua
insan yang sedang dipeluk hangat oleh suatu rasa yang teramat indah,
Cinta. Dress putih serta pita kecil di rambut Bella yang tergerai bebas
membuatnya tampak cantik malam ini, ditambah pasangannya, Alvin, cowok
yang pernah menjadi idola setiap wanita di sekolahnya, membuat mereka
berdua tampak serasi berada di taman tempat mereka merayakan 2th
Anniversary mereka pacaran.
“Sayang, 2 tahun sudah kita merajut hubungan ini, apa kau masih mencintaiku layaknya dahulu?” Tanya Alvin
“Tidak, cintaku kini tidak seperti awal kita pacaran, karena cintaku padamu telah bertambah, jauh lebih banyak dari kemarin”
“Benarkah? Aku senang mendengarnya”
“Bell…kemana kita akan membawa hubungan kita ini?” tambah Alvin
“Apa maksudmu?” Tanya Bella sambil melahap hidangan cup cake
“Tidakkah kau ingin jika kita bertunangan? Kedua orang tua kita telah merestui hubungan kita kan?”
“Hahahaha….kamu ngawur deh.. Aku saja belum lulus SMA. Tunggulah sebentar lagi, kamu juga harus cari kerja, kan?”
“Aku
hanya takut, aku takut kehilanganmu, Bell” kata Alvin sambil
membersihkan sisa cream dari cup cake di sudut bibir Bella.
“Kau
tidak perlu takut sayang, kita jalani saja dulu. Dan ketahuilah,
bahwa aku tak pernah bermain-main dengan hubungan kita” Jelas Bella.
Hubungan
yang dibina keduanya berjalan dengan indah, Alvin dan Bella saling
mencintai dan telah mendapatkan dukungan dari keluarga. Bisa dibilang perfect relathionship yang mampu membuat banyak orang iri dengan keduanya.
***
Shine bright like a diamond
Shine Bright like a diamond
Shining Bright like a diamond
We’re beautiful like diamonds in the sky
Lagu
Diamond dari Rihana, membawa masuknya sebuah Pesan singkat di Hape
Bella. Dengan wajah kusut dan ekspresi malas, Bella membuka SMS
tersebut. Maklum saja acara tidurnya siang itu terusik oleh dering Hape.
“Sore ini, kita shopping di tempat biasa, sama Chika juga”
Ajakan
dari Agnes membuat Bella tidak bisa melanjutkan tidurnya. Bella
bingung, karena sore ini pun Alvin mengajaknya jalan. Setelah berpikir
panjang dan berdiskusi dengan kekasihnya, akhirnya Bella memutuskan
untuk mengiyakan ajakan Agnes dan Chika, karena keadaan mereka bisa
pergi bersama sangat langka, sebab mereka bertiga berbeda sekolah.
“bagusan yang biru apa ungu, ya?”
Bella
sibuk memilih belt untuk dress yang baru saja dibelinya. Bella termasuk
orang yang pemilih, terutama dalam hal fashion. Hal ini membuat kedua
sahabatnya bosan, wajar saja perlu satu jam untuk memilih satu barang
yang dikehendaki Bella.
“Sudahlah Bell, ambil aja dua-duanya, aku udah laper banget. Ayo ke Resto” Chika mengeluh
“Ya udah deh, kapan-kapan aja beli belt nya. Belum ada yang cocok” jawab Bella santai
“Haaaa….????” Chika dan Agnes kaget. Bella hanya tertawa lirih.
Mereka
bertiga segera pergi ke Restaurant yang hanya berjarak 50 meter dari
tempat mereka berbelanja. Saat ini, daftar Menu menjadi buku bacaan
menarik bagi mereka yang sedang kelaparan. Satu Beef Burger, sepotong
Chicken Steak, semangkuk Ramen, dan 3 Gelas Iced Coffee float, menjadi
hidangan yang mereka pilih untuk mengisi perut.
“Bell, kamu sama Alvin masih fine-fine aja kan?”
“Ya masih dong, malah kemarin itu dia ngajak aku tunangan” jawab Bella pada Agnes dengan bersemangat.
“Hah..beneran?” Chika tak percaya
“Trus kamunya gimana?” Tanya Agnes sambil melahap Beef Burgernya.
“ya…aku tolaklah”
“Loh..kenapa?” Tanya Agnes
“Udah gila apa… Aku kan belum lulus SMA”
“oh…aku kira karena itu” kata Chika sambil menunjuk meja di dekat pintu masuk.
“Alvin sama Janetta !!!” teriak Agnes
“Seriusan?” Tanya Bella sambil menoleh ke meja dibelakangnya.
Bella
hampir tak percaya dengan apa yang dilihatnya kala itu. Alvin,
kekasihnya yang baru saja menawarkan tunangan dengannya kini sedang
makan bersama Janetta, seorang wanita yang pernah dekat dengan Alvin,
dan sampai sekarang masih mengharapkan Alvin. Dengan kemarahan yang
membakar hatinya, langkah penuh emosi menemaninya ke meja tempat Alvin
dan Janetta sedang makan.
“Oh…Janetta ya? Sudah lama disini?” sapa Bella dengan menahan emosi.
“Sudah lumayan, Bell. Cukup kalau buat menghabiskan seporsi Sushi” jawab Janetta untuk membuat Bella tambah cemburu.
“Vin…kenapa
wajah kamu pucet gitu? Lagi takut ya? Waduuhh…Dilanjutin lagi aja
makannya, aku mau pulang dulu” Bella tersenyum sinis dan pergi.
Alvin
tahu betul dengan keadaan ini. Dia tahu bahwa Bella sedang sangat
marah, karena Bella tidak pernah suka jika Dia dekat dengan Janetta
lagi. Alvin segera mengejar Bella yang telah pergi menjauh darinya.
“Bella…!! Tunggu..!!” teriak Alvin
“Apa? Kenapa? Ada masalah?” Bella berhenti
“Aku bisa jelaskan semuanya”
“Apa ada yang perlu dijelaskan? Semuanya sudah jelas, Vin” Bella pun menangis
“Dengarkan
aku, ini tidak sama dengan yang kau bayangkan. Tadi aku hanya berniat
untuk makan sendiri. Tapi tiba-tiba Janetta datang dan memohon untuk
makan denganku, aku tidak berniat membuatmu sakit, Bell”
“Oh…jadi tadi itu kebetulan? Ciihh….!!!!”
Bella
tak mampu menerima alasan dari Alvin, walaupun Alvin telah mengatakan
yang sebenarnya. Bella sudah terlalu kecewa, sehingga dia tak mampu
berfikir jernih untuk memaafkan Alvin. Bella berlari sambil menangis,
Alvin mengejar dibelakangnya. Dan kemudian…
“Shhiiiittttt…Brrraaakkk….!!!!”
“Bella…????”
Alvin
menghampiri Bella dengan segera. Bella tertabrak bus ketika melintas
dijalan. Tubuhnya berlumuran banyak darah. Alvin membawanya ke Rumah
Sakit terdekat. Dokter berkata bahwa Bella mengalami patah tulang pada
bagian kaki kirinya dan memerlukan donor darah O. Alvin tak mampu
berbuat apa-apa, karena dia bergolongan darah B, dia hanya mampu
menunggunya dengan setia sambil menanti kedatangan keluarga Bella.
“Bell..kenapa
kau tidak mempercayai penjelasanku, aku telah berkata jujur padamu, aku
dan Jane tidak ada apa-apa, kami hanya berteman biasa. Kau salah faham,
Bell. Andai saja kau mampu mendengarku, Aku mencintaimu Bella.
Segeralah sadar” kata Alvin dengan menggenggam tangan Bella.
Pukul
22.00 WIB, 1 jam sudah Alvin disana bersama Bella. Keluarga Bella pun
tak kunjung datang. Alvin takut jika keadaan Bella akan semakin memburuk
karena kekurangan darah. Hingga kini Bella juga masih belum sadarkan
diri.
“Alvin…bagaimana keadaan Bella?” suara perempuan
“Oh..tante?” Alvin terkejut dengan kedatangan Ibu Bella
“Bella
mengalami patah tulang dibagian kaki kirinya, dia juga butuh donor
darah O. Aku tak mampu membantunya, Golongan darahku B” tambahnya dengan
wajah sedih.
“Maafkan aku Bella, Ibu baru bisa datang, tadi Ibu
sedang berada di Singapura. Maafkan Ibu karna Ibu terlalu sibuk, Ibu
akan mendonorkan darah Ibu untuk kamu, sayang”
***
Gelap
gulita, tanpa cahaya. Mata telah terbuka, tapi tetap saja gelap.
Berkedip berkali-kali untuk memastikan bahwa dunia benar-benar gelap.
Menangis, dia menangis. Itulah yang dilakukan Bella sesaat dia tersadar.
“Bella, kau tidak apa-apa?” Ibu Bella cemas
“Bagaimana keadaaanmu sayang?” Alvin juga khawatir
“Kenapa kalian mematikan lampu? Apa listriknya mati? Disini telihat gelap?”
“Apa maksudmu? Ini siang hari, terlalu terang untuk menyalakan lampu” jelas Alvin
“Maaf, Bella juga mengalami buta permanen” kata dokter yang menangani Bella.
Tiba-tiba
dokter mengajak Alvin dan Ibu Bella keluar ruangan. Dikatakannya bahwa
hidup Bella tak akan sampai 3 hari lagi karena terdapat penyumbatan
darah dibagian dekat jantung, yang sewaktu-waktu bisa pecah dan
mengakibatkan kematian. Ibu dan Alvin pun menangis, seakan merasakan
sakit yang Bella alami.
“Kau harus menjaga Bella, jangan buat dia sakit hati, hibur dia hingga hari terakhirnya tiba”
Keesok
harinya, Bella telah boleh meninggalkan Rumah sakit. Kakinya masih
terbalut perban hingga dia harus memakai kursi roda. Alvin mendorong
kursi roda Bella dengan penuh cinta. Dari ujung lorong tampak seorang
wanita yang hendak menghampiri Bella. Janetta, ya…wanita itu.
“Maafkan
aku Bella, waktu itu aku memang sengaja membuatmu cemburu. Kini aku
sadar, cinta Alvin hanya untukmu, aku akan pergi. Semoga kau bahagia
bersama Alvin” Janetta memohon
“Tak apa Jane, aku telah memaklumi semuanya” kata Bella
Mereka
bertiga berpelukan, pelukan kedamaian. Janetta, Alvin dan Bella.
Kemudian Alvin membawa Bella ke danau dimana dia pernah menyatakan
cintanya pada Bella 2 tahun yang lalu.
Alvin memilih tempat
dibawah pohon yang rindang, dengan rumput hijau dibawahnya. Alvin duduk
dibawah pohon, Bella dibantunya untuk berbaring dipangkuannya.
“Sayangku,,
air danau saat ini berwarna sangat biru, cuacanya pun cerah. Semilir
angin membuat udara disini terasa sejuk. Kau pasti mampu merasakannya
kan?” Alvin membelai rambut Bella yang terurai bebas.
“Andai saja
aku masih mampu melihat indahnya dunia, andai saja aku masih mampu
menggerakkan kakiku. Pasti aku bisa menikmati indahnya danau ini dan
mampu berlari ditepiannya” kata Bella yang mengetahui bahwa umurnya
tidak lama lagi.
“Sayang…jangan berkata seperti itu” Alvin menangis
“Apa kamu menangis?”
“Tidak, aku tidak menangis” jawab Alvin sambil mengusap air mata
“Aku ingin tidak ada yang menangis sebelum waktunya”
“Apakah kamu masih mencintaiku dengan semua keterbatasanku ini?” Bella menangis
“When I say I love you, I mean I love you and all what you bring with”
“Sayang, bisakah kamu menyanyikan satu lagu untukku?” tambah Bella lagi
“Lagu apa?”
“Terserah kau saja” Bella tersenyum
Right from the start, you were a thief
You stole my heart and
I your willing victim
I let you see the parts of me
That weren't all that pretty
And with every touch
You fixed them
Now, you've been talking in your sleep
Oh oh, things you never say to me
Oh oh, tell me that you've had enough
Of our Love, our Love
Alvin mulai bernyanyi, lagu dari Pink feat. Nate Ruessdia
- Just Give Me A Reason akan dipersembahkan untuk kekasihnya itu. Walau
dengan suara yang terdengar menahan tangis, dia tetap mempersembahkan
yang terbaik untuk Bella. Namun, di pertengahan lagu, dia tak tahan
lagi, hingga air matanya menjatuhi wajah Bella.
“Kenapa kau berhenti? Dan, apa ini? Apa mau hujan?” Tanya Bella
“Tidak sayang, tidak ada hujan?”
“Kalau begitu kenapa kau berhenti? Lanjutkan lah?” pinta Bella
“I Love You, Bella” kata Alvin sambil memeluk erat Bella
“I Love You too Alvin” jawab Bella lirih
Alvin melanjutkan lagunya, dengan menggenggam erat tangan Bella. Seakan dia tak mau berpisah dengan Bella.
Just give me a reason
Just a little bit's enough
Just a second, we're not broken
Just bent, we can learn to love again
Oh, it's in the stars
It's been written in the scars on our hearts
We're not broken
Just bent, we can learn to love again
Alvin
merasakan genggaman tangan Bella semakin erat. Alvin menyadari bahwa
saat itu Bella sedang merasakan sakit yang teramat sangat. Dia
menghentikan sejenak nyanyiannya ketika dia merasakan genggaman Bella
mulai melemah dan akhirnya terlepas. Dia mengerti bahwa ketika itu Bella
tiada. Dia kembali bernyanyi, namun kini dia tidak lagi menahan isak
tangisnya.
I'm sorry I don't understand where
All of these is coming from
I thought that we were fine (Oh, we had everything)
Your head is running wild again
My dear, we still have everything
And it's all in your mind (Yeah, but this is happenin')
You've been having real bad dreams
Oh oh, used to lie so close to me
Oh oh, there's nothing more than empty sheets
Between our love, our love
Oh, tear ducts and rust
I'll fix it for us
We're collecting dust
But our love's enough
You're holding it in
You're pouring a drink
No, nothing is as bad as it seems
We'll come clean
“Walau
kini kau telah tiada, namun cintaku masih tetap milikmu. Semua
tentangmu akan jadi kenangan terindah bagiku. Cinta ini akan tetap
milikmu. Selamanya. Dan tidak akan pernah berakhir” kata Alvin sambil
mengecup kening kekasihnya.
No comments:
Post a Comment